Selasa, 20 Desember 2016


PENGARUH MEDIA WORD WALL
TERHADAP KEMAMPUAN BAHASA DAN BICARA
ANAK TUNARUNGU SEDANG KELAS II SDLB- B DHARMAWANITA SIDOARJO

PROPOSAL PENELITIAN





Oleh
OKTAFIYANTI NOR FADILAH
NIM 14010044051


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
2016



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Manusia hidup perlu adanya komunikasi dengan orang di sekitarnya, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan orang lain tidak dapat hidup seorang diri. Dan untuk berkomunikasi manusia perlu berbicara dan berbahasa. Masalah berbicara dan berbahasa merupakan hambatan yang dialami oleh anak tunarungu. Pengertian anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pada organ pendengarannya sehingga mengakibatkan ketidakmampuan mendengar mulai dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat.
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang dengar mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran sehingga telinga mereka tidak pernah mendapatkan rangsangan hal itu menyebabkan hambatan dalam berkomunikasi terutama berbahasa. Hal ini karena tidak pernah mendengar yang menyebabkan anak tunarungu tidak dapat mengeluarkan suaranya, dan pada umumnya anak tunarungu akan sulit bernafas jika dipaksakan untuk berbicara karena mereka tidak terbiasa untuk mengeluarkan suara.
Pada kenyataan dilapangan masih banyak anak tunarungu yang tidak mau untuk berinteraksi dengan orang pada umumnya dan jika mereka mau untuk berinteraksi dan berkomunikasi anak lebih suka menggunakan bahasa isyarat dan tidak mau mengeluarkan suaranya, karena kurang percaya diri dan faktor lainnya. Pada era modern ini tentunya sudah banyak terapi yang diberikan pada anak untuk meltih berbahasa dan berbicara anak tunarungu. Dalam pembelajaran di sekolah untuk mrmbrlajarkan bahasa dan bicara pada anak tunarungu tidak semudah membelajarkan pada anak normal karena anak tunarungu tidak memiliki perbendaharaan kata dalam ingatannya.
Siswa tunarungu jika tidak mengetahui dan memahami kata dalam pemebeajaran maka materi yang disampaikan oleh guru tidak akan diterima oleh anak karena tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dalam satu kelas tentunya anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda. baik tingkat intelegensi ataupun tingkat ketunarunguan anak yang akan mempengaruhu proses pemelorehan kosakata dalam pembelajaran. Fakta dilapangan masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah  dan tidak ditunjang dengan media visual atau benda konkret. Kelemahan dalam metode ceramah menurut Arief antara lain adalah interaksi cenderung bersifat teacher centered, verbalisme, guru lebih aktif, sedangkan siswa lebih pasif (Nurmalikha, 2010:25). Metode ini kurang efektif digunakan dikelas karena siswa akan pasif dan tidak dapat bebas untuk bereksprerimen.
Word wall atau dinding kata merupakan kumpulan kosakata yang terorganisir secara sistematis yang ditampilkan dengan hurup yang besar sehingga dapat terlihat oleh semua lokasi tempat duduk siswa dan ditempelkan pada dinding, papan pengumuman atau papan tulis di kelasnya (Cransberry,2004 seperti dikutip oleh Nurmayanti, 2014). Marzano (2004) mengemukakan bahwa dinding kata adalah pajangan kata kunci yang terorganisir dan terus menerus diperbaharui yang menyediakan referensi visual untuk siswa ketika mempelajari unit tertentu. Dengan media word wall akan membantu siswa dalam meningkatkan bahasa dan bicara.
Proses pembelajaran dengan media word wall dengan siswa tidak hanya membuat media word wall tetapi terdapat games edukasi dan kegiatan lainnya agar siswa SDLB –B kelas 2 SD tidak merasa jenuh dan bosan saat pembelajaran.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan tentang hamabtan yang dialami oleh anak tunarungu, dan minimnya media yang digunakan oleh guru di kelas, maka perlu digunakan media yang cocok dan efektif sesuai dengan hambatan yang dialami oleh anak tunarungu, maka salah satu media yang cocok untuk itu adalah media Word Wall. Dengan judul “Pengaruh Media Word Wall Terhadap Kemampuan Bahasa dan Bicara Anak Tunarungu Sedang.



B.     TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah :
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan media word wall dalam meningkatkan kemampuan bahasa dan berbicara anak tunarungu sedang kelas II SDLB-B Dhramawanita Sidoarjo.
C.    RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang dan tujuan penelitian yang telah disampaikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :
Apakah penggunaan media word wall efektif untuk dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan bicara pada anak tunarungu kelas II SDLB-B Dharmawanita Sidoarjo.

D.    MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1.      Manfaat Teoritis
Bagi Guru
Penelitian penggunaan media word wall untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu berguna untuk mengetahui peran media word wall dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dan berbicara pada anak tunarungu kelas II SDLB-B Dharmawanita Sidoarjo
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi guru
Menemukan media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan berbicara.
b.      Bagi siswa
Menyesuaikan karakteristik siswa tunarungu dengan kemampuan berbahasa dan berbicara.
c.       Bagi orang tua.
Orang tua dapat membuat word wall sederhana dirumah dengan kata-kata sehari-hari agar anak terbiasa untuk berbicara dan berbahasa.

E.     BATASAN PENELITIAN.

Supaya penelitian dapat dikaji secara mendalam maka ada batasan masalah, yakni:

1.      Subjek penelitian terbatas pada siswa tunarungu SDLB-B kelas II Dharmawanita Sidoarjo.
2.      Media yang digunakan terbatas pada word wall.

F.     ASUMSI

Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan dalam pendengaran, karena memiliki hambatan dalam pendengaran maka anak tidak dapat berbicara dan berbahasa, biasanya anak tunarungu sulit untuk berbahasa dan berbicara serta perbendaharaan kata anak juga sangat terbatas. Maka untuk menambah perbendaharaan kata anak dapat menggunakan media word wall. Yang berisi tentang kosakata baru yang ditempel di dinding untuk memudahkan anak membacanya.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Kajian tentang anak tunarungu

Anak tunarungu adalah anak yang memiliki hambatan pendengaran baik kurang dengar atau tuli berat. Andreas Dwijosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Selain itu menurut Mufti Salim (1984:8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran ssehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Menurut Kuntono dan Tirtawati (2014:7) Tunarungu adalah mereka yang mengalami gangguan perkembangan yang menyankut kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan aktifitas simbolik.
Berdasarkan pendapat diatas tentang pengertian anak tunarungu, dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak atau seseorang yang mengalami hambatan pendengaran baik itu kurang dengar maupun tuli. Seseorang yang mengalami hambatan pendengaran sulit untuk mengolah informasi yang berupa suara. Sehingga menyebabkan anak tunarungu kesulitan berinteraksi dengan orang di sekililingnya. Jika seseorang masih memiliki sisa pendengaran dapat mengoptimalkan sisa pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar atau jika keluarga mampu dan memungkinkan dapat di pasang koklea implant. Yang tentunya harus diimbangi dengan terapi pendukung.
Tunarungu secara anatomi fisiologis :
Ø  Dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.       Tunarungu konduktif (hantaran)
Tunarungu yang disebabkan karena kerusakan alat pendengaran pada bagian tengah atau bagian luar yang menyebabkan getaran suara tidak sampai ke bagian dalam telinga.
b.      Tunarungu sensorineural
Yakni kehilangan kemampuan dalam mendengar yang disebabkan oleh rusaknya saraf atau telinga bagian dalam.

Klasifikasi anak tunarungu menurut taraf pendengarannya dapat diukur dengan alat audiometer. Dalam pendidikan ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Andreas Dwijosumarto (1990:1) mengemukakan :
Tingkat I,  Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 45 dB, seseorang hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
Tingkat II, Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 samapi 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah khusus, dalam kehidupan sehari-hari memerlukan latihan bicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70-89 dB.
Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90dB ke atas.
            Derajat kehilangan pendengaran berdasarkan tes audiometer.
Ø  30 – 40 dB Tunarungu ringan.
Ø  41 – 60 dB Tunarungu sedang.
Ø  56 – 70 dB Tunarungu agak berat.
Ø  71 – 90 dB Tunarungu berat.
Ø  90 dB – lebih Tunarungu sangat berat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab ketunarunguan secara anatomi fisiologis dibagi menjadi 2 yakni tunarungu konduktif dan tunarungu sensorineural. Ketunarunguan yang sudah di tes menggunakan audiometer untuk menentukan seberapa tingkat ketunarunguan seseorang yang dibagi menjadi tunarungu ringan,sedang, agak berat , berat serta sangat berat. Dan jika sudah di ketahui tingkat kehilangan pendengarannya maka implikasi pendidikan anak dapat disesuaikan dengan hambatan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak.
B.     Kajian teori tentang perkembangan bahasa dan bicara.
Perkembangan bahasa dan bicara sangat berkaitan dengan pendengaran. Karena seseorang dapat berbicara karena mendengar. Dan pada sound bank terdapat kosakata yang di dengar dan berada pada memori jangka panjang.
Pengertian bahasa :
-          Menurut Gorys Keraf (1997;1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
-          Menurut Fodor (1974), Bahasa ialah system simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan system simbol ialah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensiona tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud.
-          Menurut Taigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa.
Pertama, bahasa adalah suatu system yang sistematis, barang kali juga juga system generatif.
Kedua bahasa ialah seperangkat lambang-lambang manasuka ataupun simbol – simbol arbiter.
-          Menurut Santoso (1990:1) bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
Pengertian bicara:
-          Menurut Tarigan (2008: 16), Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi – bunyi artikulasi atau kata – kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan dan perasaan.
-          Menurut Brown dan Yule dalam Puji Santosa, dkk (2006:34). Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi – bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan.
-          Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide,pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain.
Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa dan berbicara saling terkait bahasa merupakan alat komunikasi sedangkan bicaara adalah mengucapkan bunyi untuk menyampaikan pikiran gagasan. Perkembangan bahasa dan bicara sangat terkait dengan organ pendengaran. akibat terbatas ketajaman pada organ pendengaran, anak tunarungu tidak dapat mendengar suara secara optimal seperti individu pada umumnya. Karena itu pada masa peniruan suara setelah proses meraban tidak tejadi, peniruan pada anak tunarungu hanya pada visualnya.
Untuk kemampuan berbahasa dan berbicara pada anak tunarungu perlu bimbingan secara khusus dan mengikuti terpai untuk menunjang kemampuan anak dalam berkomunikasi.
Bahasa mempunyai fungsi dan peraan pokok sebagai media untuk berkomunikasi. Dalam fungsinya dapat pula dibedakan berbagai peran lain dari bahasa seperti:
1.      Bahasa sebagai wahana untuk mengadakan kontak/hubungan .
2.      Untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan da keinginan.
3.      Untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain.
4.      Untuk pemberian informasi.
5.      Untuk memperoleh pengetahuan (Depdikbud, 1987:27).
Jika seseorang tidak memiliki ketrampilan berbahasa maka akan sulit untuk berhubungan dengan manusia di sekitarnya. Perkembangan bahasa anak tunarungu yang masih memiliki sisa pendengaran dapa dioptimalkan dengan menggunakan alat bantu dengar serta memanfaatkan penglihatannya yang tajam. Untuk itu komunikasi pada anak tunarungu memanfaatkan indra lain yang berfungsi secara optimal. komunikasi pada anak tunarungu juga dapat dilakukan dengan membaca gerak bibir atau speechreading. Selain itu juga dapat menggunakan media tulisan. Salah satunya adalah dengan menggunakan media word wall, untuk menambah perbendaharan kata serta dapat melatih bicara pada anak tunarungu.

C.    KAJIAN TENTANG MEDIA WORD WALL
Word wall atau dinding kata merupakan kumpulan kosakata yang terorganisir secara sistematis yang ditampilkan dengan huruf yang besar sehingga dapat terlihat oleh semua lokasi tempat duduk siswa dan ditempelkan pada dinding, papan pengumuman atau papan tulis di kelasnya, (Cransberry,2004).
Marzano (2004) bahwa dinding kata adalah pajangan kata kunci yang terorganisir dan terus menerus diperbaharui yang menyediakan referensi visual untuk siswa ketika mempelajari unit tertentu. Kata-kata ini terus menerus dipakai oleh guru dan siswa selama kegiatan
unit tersebut berlangsung.
Dari beberapa pendapat diatas bahwa word wall adalah kata – kata yang disusun secara sistematis dengan topic yang telah ditentukan serta dicetak dalam huruf yang besar sehingga mudah untuk dibaca oleh siswa, biasanya kata yang ditempel pada word wall merupakan kata – kata yang baru dikenal siswa sehingga dapat menambah pendeharaan siswa, terumatama anak tunarungu yang minim perbendaharaan kata.
Dengan menggunakan word wall akan memudahkan guru untuk membelajarkan kata yang baru pada siswa tunarungu, juga memudahkan siswa untuk memahami kata karena kata tersebut berbentuk visual yang membantu siswa untuk membaca dan melihatnya.
Berdasarkan hasil penelitian Ayu, Dewa, dkk (2013) mengatakan bahwa penggunaan media word wall dapat meningkatkan kemampuan kosa kata bahasa Inggris siswa SD kelas V, dengan hasil penelitian lain Fitriah, Ardan (2015) dengan  menggunakan media word wall dapat meningkatkan kemampuan kosa kata bahasa Arab siswa MI.
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dipilih media word wall karena pda dasarnya anak tunarungu merupakan makhuk visual karena semua informasi yang diterima oleh anak ditangkap dan diproses dengan visulanya. Selain itu penggunaan media word wall juga dianggap menarik karena bentuk tulisan yang diperbesar serta adanya hiasan yang dapat dikreasikan sendiri oleh guru untuk menarik minat baca siswa. Serta dalam pembelajaran juga siswa turut berperan aktif dalam pembelajaran, dikarenakan dalam pembelajaran juga terdapat permainan yang menyenangkan untuk mengahafal kosakata yang ada dalam word wall, dan dapat membantu perkembangan bahasa dan bicara pada anak tunarungu.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.    JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

     Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deengan metode pra eksperimen, dengan pola desain one grup pretest-postest design.
     Menurut Arikunto, (2013:123) Pra Experimental Design sering disebut sebagai eksperimen yang tidak sebenarnya atau eksperimen purapura. Dikatakan demikian karena eksperimen ini belum memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu.
     Penelitian dimulai dengan pretest pada satu pertemuan kemudian diberikan treatment dengan menerapkan media word wall selama 5 kali pertemuan dan diakhiri dengan posttest pada 1 kali pertemuan.
     Penelitian one grup pretest-postest design , jenis ini terdapat pretest sebelum diberikan perlakukan . yang nantinya mendapatkan hasil yang lebih akurat karena dapt membandingkan hasil sebelum dan sesudah treatment.
     Pada penelitian terdapat variabel bebas berupa media word wall dan variabel terikat berupa peningkatan kemampuan berbahasa dan berbicara.

Table 3.1 Penelitian (One Grup Pre and Postest Design)

Pretest
Treatment
Posttest
X

     Keterangan :
              : Tes sebelum perlakuan (prestest)
                : Pemberian perlakun yaitu media word wall
              : Tes sesudah perlakuan (posttest)

Desain penelitian :
1)   Pretest dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam berbahasa dan berbicara pada siswa tunarungu kelas II SDLB-B Dharmawanita Sidoarjo. Pretes tes objektif pilihan ganda dengan banyak soal 10 butir soal.
2)   Proses perlakuan dengan menggunakan media Word Wall. Pemberian treatment dengan memberikan media word wall dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan. Dalam pelaksanaan siswajuga turut kooperatif dalam mengerjakan. Pelaksanaan treatment dilakukan 2 x 30 menit sekali pertemuan.
3)   Mengadakan posttest. Posttest diberikan setelah dilakuakn treatment media word wall. Posttest menggunakan tes lisan dengan pendampingan guru serta tes objektif pilihan ganda sebanyak 10 soal.

B.     LOKASI PENELITIAN
     Tempat penelitian adalah tempat untuk memperoleh informasi, data keterangan dan hal-hal lain yang dibutuhkan. Penelitian dilaksanakan di SDLB-B DHARMAWANITA SIDOARJO, dengan alamat. Jl. Pahlawan, Lemahputro, Kec Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo. Kode Pos 61213, merupakan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus yang siswanya mengalami gangguan pendengaran (tunarungu).

C.    POPULASI DAN SAMPEL
     Populasi adalah keseluruhan seubjek yang diteliti dan telah ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti. Populasinya adalah seluruh siswa kelas II SDLB B Dharmawanita Sidoarjo.
     Sampel merupakan bagian dari populasi yang diinginkan untuk diteliti.penelitian ini merupakan penelitian non parametric yakni subjek kurang dari 30 orang, dan digunakan sampling penuh karena semua anggota polulai menjadi sampel.
Berikut daftar nama siswa SDLB B Dharmawanita Sidoarjo.

Tabel 3.2 Daftar Subjek Penelitian
No
Inisial Siswa
Jenis Kelamin
1
Gh
Laki – laki
2
Ah
Laki – laki
3
Rz
Perempuan
4
Sa
Perempuan
5
Ri
Perempuan

D.    VARIABEL dan DEFINISI OPERASIOANAL

§  VARIABEL
1)             Variabel bebas (X)
 Media word wall.
2)             Variabel terikat (Y)
Kemampuan berbahasa dan berbicara pada siswa Tunarungu kelas II SDLB – B Dharmawanita Sidoarjo.

§  DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasioanal dari judul penelitian “PENGARUH MEDIA WORD WALL  TERHADAP KEMAMPUAN BAHASA DAN BICARA ANAK TUNARUNGU SEDANG KELAS II SDLB- B DHARMAWANITA SIDOARJO”  yaitu :
1.      Pengaruh
Pengaruh yakni apakah sesuatu yang menajadi media tersebut berpengaruh pada kemampuan berbicara dan berbahasa anak tunarungu.
2.      Media word wall.
Media word wall adalah dinding kata yang didesain semenrik mungkin dan dibuat dengan ukuran yang lebih besar untuk memudahkan orang membaca dari jarak jauh. Kata yang ada dalam word wall bebas, tergantung kebutuhan dan materi. Sehingga dapat diganti – ganti.
3.      Kemampuan bahasa dan bicara.
Yakni anak tunarungu mengalami gangguan dalam pendengaran, jika mengalami gangguan pendengaran maka kemampuan berbicara dan berbahasa juga terhambat karena setelah masa meraban anak tidak dapat menengar suara yang menyebabkan anak malas berbicara hingga diketahui anak mengalami tunarungu.
                                  
E.     INSTRUMEN PENELITIAN
Langkah – langkah dalam menyusun instrument penelitian :
Membuat soal berjumlah 20 butir soal.
Soal digunakan untuk uji pretest da posttest .
Skoring atau penilaian.
Penilaian yang digunakan untuk menghitung jawaban peserta dalam menyelesaikan soal.

Soal objektif pilihan ganda
Setiap soal benar maka nilai 1
Setiap soal salah maka nilai 0

Nilai akhir : jumlah benar : jumlah seluruh soal X 100%

F.     TEKNIK PENGUMPULAN DATA

     Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara untuk mendapatkan dan mengumpulkan data untuk memperoleh ukuran tentang variabel yang diteliti dan merupakan hal yang penting dalam penelitian (Arikunto, 2013:265-266). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes:
TES adalah pengukuran terencana yang dipakai guru untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi para siswanya untuk memperlihatkan prestasi mereka dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan (James S Cangelosi, 1995 : 21)
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-nak lain atau standar yang ditetapkan (Wayan Nurkencana:25)
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tes adalah alat untuk mengukur kemampuan sseseorang. Baik kemampuan akademik ataupun kemampuan non akademik.
Bentuk tes : salah satu bentuk tes adalah tes objektif, yang akan digunakan pada penelitian ini. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995: 165).
Tes yang digunakan yakni tes objektif dengan 10 butir soal.

G.    TEKNIK ANALISIS DATA

           Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kuantitatif non paramatetrik karena data yang digunakan kurang dari 30 siswa. Statistik Non Parametrik tidak menuntut terpenuhi banyak asumsi, misalnya data yang dianalisis tidak harus berdistribusi normal. Oleh karena itu statistik non parametrik sering disebut sebagai distribusi bebas (free distribution).


DAFTAR PUSTAKA

Tim, penulis, 2015. Menulis Ilmiah : Buku Ajar MPK Bahasa Indonesia. Surabaya : Unesa University Press.
Somantri, Sutjiati. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama.
(www.gurupendidikan.com, diakses pada 15 Desember 2016).
(www.kajianpustaka.com, diakses pada 15 Desember 2016).
Rahajeng, Yasi. 2016. Skipsi, (online), (abstrak.ta.uns.ac.id, diunduh 14 Desember 2016).










Tidak ada komentar:

Posting Komentar